Minggu, 27 September 2020

Prolog : Mengenalnya akhir kejenuhan dengan PEMBATIK

Tahun yang dinantikan telah ikut melangkah kedepan. Semua bersuka cita, dan awal itu dunia baik baik saja dan bersyukur bahwa dia masih berputar serta sahabatnya masih siap meneranginya. Terlihat seorang anak dengan langkah cepatnya dengan secuil remahan kue ditangan kananya senyum riang melihat kawan sebayanya dengan pakaian yang sama serta tujuan yang sama. Hal itu terjadi dimana-mana, bahkan setiap pelosok negeri ini. Seperti anak itu, ada yang berjalan sambil berlari lari kecil, memegang tumpukan buku, berdiri menunggu jemputan dan berkendara sendiri semua itu hanya satu tujuan yakni pendidikan.

Paling tidak tuntutan zaman ini diharuskan berpendidikan, minimal punya ijasah sebagai modal awal masa depan yang abu abu, dan untuk mendapatkan status tersebut jalanya adalah pendidikan. Pendidikan didalamnya mengandung unsur pembelajaran dan belajar, yang sampai sekarang terus menerus mengalami perubahan. 



Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara 1962:14) menjelaskan bahwa “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya “.

Beliau lebih lanjut mejelaskan bahwa pendidikan harus mengtamakan aspek-aspek berikut:

1.     Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan

2.     Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat prikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib damai.

3.     Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh zaman dan tempat.; oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.

4.     Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita mempelajari zaman yang telah lalu

5.     Pengaruh baru diperoleh karena bercampurgaulnya bangsa yang satu dengan yang lain,percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi disebabkan adanya hubungan modern. Haruslah waspada dalam memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang akan merugikan. Itulah diantara pikiran- pikiran beliau yang sangat sarat dengan nilai.(silabus.web.id)

Itulah pendidikan zaman ini yang telah tersentuh dengan kehidupan modern yang batas-batasanya dihubungkan oleh teknologi informasi dan komunikasi. Banyak hal dengan kemudahan yang diberikan yang bersifat negatif tetapi banyak hal pula kecenderunganya mengarah ke positif,salah satunya pendidikan.

Tersadar saat tahun ini revolusi bulan terhadap bumi sudah memasuki yang ketiga. Huru hara dan kepanikan dari seluruh dunia terlihat melalui berbagai media mulai dari radio sampai gawai yang ada digenggaman. Semua nyata, tapi masih ada yang tidak percaya. Banyak negara menutup diri dari negara lain demi keamanan orang orang yang ada didalamnya. Seketika itu dunia terdiam sunyi, ekonomi menurun tidak stabil, gejolak kebijakan dan aturan aturan kontroversional bermunculan, paling tidak ada langkah berani karena dunia terus berjalan apapun masalahmu. Terutama dunia pendidikan, harus terus menerus berjalan, harus menerima realita kalau dunia lagi tidak baik baik saja.

Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan menuai kontroversi, ada yang pro dan ada yang kontra. Bukan sikap dewasa kalau tidak mau menerima kenyataan, kebijakan dikeluarkan untuk kebaikan pendidikan kedepanya. Kita sebagai pro maupun kontra harus sadar, kita belum tentu bisa melangkah dan mengeluarkan kebijakan berani, kalau kita berada diposisi pengambil kebijakan. Selagi huru hara, kepanikan, dan carut marutnya keadaan pengajaran dilakukan secara online, peserta didikpun membiasakan pembelajaran secara online atau daring, agar diri peserta didik terus tersentuh dengan pendidikan yang jauh dari tatap muka. Rasa khawatir terkadang muncul, “apakah akan efektif?”, tapi tertepis dengan keadaan semua harus bergerak maju.

Di waktu luang tersadar diri ini butuh peningkatan, disaat tiap hari berhadapan dengan layar handphone dan laptop untuk mengetahui hal-hal ter-update dari dunia ini, mencari-cari dan mendapat pesan pesan berantai mengenai beberapa seminar-seminar yang diadakan instansi maupun universitas seluruh penjuru negeri dengan iming-iming gratis dan bersertifikat, seketika itu hampir semua pesan seminar yang masuk  dan hampir semua mendaftarkan diri. Tidak perduli seberapa banyak seminar dengan hari dan waktu yang bersamaan, yang terlintas dipikiran hanya semakin banyak sertifikat mungkin semakin baik dan bisa dimanfaatkan dikemudian hari. Betul saja, hari itu tiba, dalam sehari minimal 4 seminar, waktunya-pun berdekatan dan bersamaan, karena semangat demi sertifikat samudra disebrangi dan gunung didaki. Depan wajah 2 Laptop, 1 PC dan ditangan memegang handphone, isinya seminar yang berbeda dengan waktu yang sama. Hampir setiap hari selama 2 bulan dan rasa lelah dan jenuh pun menghampiri, sebenarnya apa yang dikejar, sertifikat sudah menumpuk kurang lebih 50 sertifikat. Rahut wajah tidak bisa berbohong menunjukan bendera putih berkibar.

Memulai esok dengan sisa-sisa seminar yang telah terdaftar dan terjadwal tanpa mengikuti, memulai memilah dan memilih seminar yang sesuai dengan bidang kemampuan pendidikan akademik agar lebih terarah dan jelas. Paling tidak seminar resmi dari pemerintah yang menaungi pendidikan dari Kementrian Pendidikan. Disitulah mengenalnya, akhir dari kejenuhan dan semangat baru dengan PEMBATIK.

 


0 komentar:

Posting Komentar