Selasa, 19 Oktober 2010

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN

PRAKTIKUM DASAR DASAR PEMISAHAN ANALITIK

PERCOBAAN V

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


OLEH :

NAMA : RADEN ALIP RAHARJO

STAMBUK : A1C4 08027

KELOMPOK :

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA

ASISTEN : TIDAK DICANTUMKAN



LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2010


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. Tujuan dan Prinsip Percobaan

A. Tujuan Praktikum

a. Dapat mengetahui dan memahami tehnik pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis.

b. Dapat melakukan pemisahan logam – logam Pb2+, Ag+, Mn2+, Hg2 atau protein/ karbohidrat dalam campuran larutan dengan tehnik kromatografi lapis tipis.

Dapat menentukan Rf komponen – komponen yang dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan


B. Prinsip Percobaan

Pemisahan dengan tehnik kromatografi lapis tipis didasarkan pada adsorpsi larutan (fase gerak atau eluennya) terhadap adsorbens yang di gunakan, dimana Adsorbens dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diamnya.


II. Teori

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi, 2010)

Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu.



Tinta hitam merupakan campuran beberapa warna. Kita dapat memisahkan campuran warna tersebut dengan cara kromatografi. Pemisahan warna tinta dapat dilakukan seperti pada Gambar 18, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

- Tinta diteteskan pada ujung kertas saring (1,5 cm dari ujung)

- Tinta dibiarkan hingga mengering

- Ujung kertas saring dimasukkan dalam air sedalam 1 cm dan kertas saring dipasang tegak

- Air akan merambat naik

- Tinta akan ikut merambat naik dan memisah menjadi beberapa

Warna ( Sukarmin , 2004)

Kromatografi adalah Suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain . Di dalam gas chromatography adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan chromatography adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain , suatu padat, atau suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001)

adsorpsi Chromatography telah membantu untuk menandai komposisi kelompok minyak mentah dan produk hidrokarbon sejak permulaan abad ini. Jenis dan sanak keluarga jumlah kelas hidrokarbon tertentu di (dalam) acuan/matriks dapat telah a efek dalam pada atas pencapaian dan mutu dari produk hidrokarbon dan dua orang metoda test standard telah digunakan sebagian besar dari tahun ke tahun ( ASTM D2007, ASTM D4124). adsorpsi indikator Yang berpijar ( FIA) metoda ( ASTM D1319) telah melayani untuk di atas 30 tahun sebagai metoda pejabat dari minyak tanah industri untuk mengukur yang mengandung parafin, olefinic, dan isi bahan bakar pancaran dan bensin berbau harum. Teknik terdiri dari dalam pemindahan a mencicip di bawah iso-propanol memaksa melalui suatu kolom tanah kerikil 'gel' agar-agar ramai; sesak di (dalam) kehadiran tentang indikator berpijar dikhususkan untuk masing-masing keluarga hidrokarbon. Di samping penggunaan tersebar luas nya, adsorpsi indikator berpijar mempunyai banyak ( Speight, 2006)

Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006)

Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa

campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007)



III. Metode Praktikum

A. Alat dan bahan yang digunakan

Alat alat yang digunakan pada praktikum ini adalah

a. Cahmber 2 buah

b. Plat KLT

c. Slinder Kaca

d. Pipet volume 25 mL

e. Pipet Tetes

f. Penotol 3 batang

g. Filler atau Sprayer

h. Mistar

i. Pensil

j. Benang


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah

a. Untuk Pemisahan ion Logam

Cuplikan yang mengandung ion –ion Pb2+, Mn2+, Hg2+

Larutan standar dalam bentuk klorida: Pb2+, Ag+, Mn2+, Hg2 (4 mg/mL)

Fase gerak (campuran Etil aseto asetat 10% + Butanol 75% + aquades 15% + asam asetat glacial sampai pH 3,5 – 5 atau Piridin + aquades (10:1).

Penampak noda larutan K2CrO4 1 M (dielusi ulang)

b. Untuk Pemisahan Karbohidrat

Cuplikan yang mengandung campuran karbohidrat (glukosa, fruktosa, laktosa, dan sukrosa)

Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing –masing dengan konsentrasi 4 mg/mL

Larutan penampak: asam sulfat 10% (disemprot)

Larutan eluen, campuran aseton + air (9:1)

























B. Prosedur kerja





- ditotolkan pada plat KLT yang telah diberi batas pada masing – masing bagian

- di ikatkan benang bagian tengah atas pada kertas selulosa

- di masukkan dalam wadah kromatografi chamber yang berisi campuran etil aseto asetat 10% + Butanol 75% + aquades 15% + asam asetat glacial sampai pH 3,5 – 5 atau Piridin + aquades (10:1) sebagai eluen

- di elusi, hingga gerak eluen mencapai garis batas atas (Perhatian!!..kertas yang tercelup aluen dibawah garis batas bawah plat)

- dikeringkan di udara bebas atau dalam oven pada suhu 100oC selama 10 menit (atau hairdryer jika ada)

- di masukkan lagi dalam wadah kromatografi ke dua yang berisi larutan K2CrO4 1 M, sebagai penampak noda (dielusi ulang)

- dikeringkan plat dengan cara diovenkan atau diudara bebas.

- .Di amati bentuk noda (spot) yang terbentuk.

- di tentukan nilai Rf dari masing – masing komponen yang terpisah.



Keterangan: Dilakukan prosedur yang sama untuk pemisahan karbohidrat, dimana yang menjadi larutan eluennya, campuran aseton + air (9:1) dan larutan penampak asam sulfat 10% (disemprot).

IV. Hasil Pengamatan


A. Perhitungan

No Perlakuan Pengamatan

1 Pb2+ Hitam

2 Mn2+ Hitam

3 Hg2+ Hitam

4 Sampel campuran

5 Glukosa Merah Muda

6 Maltosa Tidak Nampak

7 Laktosa Tidak Nampak

8 Sukrosa Ungu


Perhitungan untuk pemisahan logam


Rf Pb2+ = 6,9/7,9 = 0,87

Rf Mn2+ = 6,6/7,9 = 0,84

Rf Hg2+ = 6,5/7,9 = 0,82

Rf campuran = 7,0/7,9 = 0,88


Perhitungan untuk pemisahan karbohidrat


Rf glukosa = jarak gerak sampel/ jarak gerak pelarut

= 6,4/7,9

= 0,81







C. Pembahasan


Analisis kuantitatif dengan KLT ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau menggunakan alat – alat yang disebut densitometer. Tehnik ini disebut evaluasi ’“in one”. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan kerapatan noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok atau diisap dengan suatu alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir diamati dengan spectrometer UV – vis atau ditimbang (gravimetric) setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat dilakukan apabila jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar pembanding

Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal ini Inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kira – kira 10 – 20 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus –OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam.

Pada percobaan ini, adsorbens yang digunakan bukan slika gel tetapi justru selulosa yang dilapisi plat tipis (aluminuium). Dimana sifat adsorbens selulosa pada KLT mempunyai sifat sebagai penukar ion, sehingga keadaan ini akan berdampak pada penampakan noda yang nantinya akan diamati dalam KLT ini, dimana ion – ion dalam sample dipertukarkan sehingga penentuan komponen yang terpisah akan sulit di tentukan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab sampai tidak munculnya warna noda pada KLT dalam percobaan ini. Sedangkan faktor penyebab lainnya disebut dengan faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT seperti kualitas adsorben, ketebalan lapisan, kejenuhan ruang kromatografi, tehnik pengembangan (elusi), suhu, dan kualitas pelarut.

Penentuan nilai Rf suatu standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan nilai Rf dalam KK, dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KK mapun KLT), dimana jika nilai Rfnya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum sedangkan jika nilai Rfnya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf seperti diatas, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun untuk identifikasi dan deteksi zat setelah terbentuknya noda dilakukan dengan beberapa cara misalnya; planimetri, densitometri, spektrofotometri, dan fluorensis, dimana masing – masing alat tersebut memeliki kelebihan dan kekurangan yang jika dijabarkan akan lebih panjang dan rumit karena dihubungkan dengan proses penggunaanya.

Pada percobaan ini, didapatkan nilai Rf yang berbeda-beda dari tiap analit. Pada penentuan nilai Rf pada ion logam, secara berturut-turut nilai Rf dari Pb2+, Mn2+, Hg2+, dan campuran adalah 0,87 , 0,84 , 0,82 , dan 0,88. Sedangkan pada penentuan nilai Rf dari karbohidrat yakni pada glukosa didapatkan nilai Rf sebesarm0,81




V. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari percobaan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut yakni Tehnik pemisahan dengan kromatografi lapis tipis merupakan tehnik pemisahan kromatografi planar dimana zat – zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Dimana fase diamnya/ adsorbensnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang adsorbennya dan nilai Rf yang didapatkan adalah nilai Rf dari Pb2+, Mn2+, Hg2+, dan campuran adalah 0,87 , 0,84 , 0,82 , dan 0,88. Sedangkan pada penentuan nilai Rf dari karbohidrat yakni pada glukosa didapatkan nilai Rf sebesarm0,81.


\











Daftar Pustaka

Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida.FMIPA. Semarang

Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLC


Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari



Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. USU Repository. Sumatera Utara


Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis Group, LLC.


Sukarmin. 2004. Materi dan Perubahannya. Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Direktorat Jendral Dasar dan Menegah. Departemen Pendidikan Nasional

0 komentar:

Posting Komentar