Jumat, 04 Maret 2011

Stoikiometri Kompleks Ammin-Tembaga (II)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK


PERCOBAAN 5


Stoikiometri Kompleks Ammin-Tembaga (II)


NAMA : RADEN ALIP RAHARJO


STAMBUK : A1C4 08 027


KELOMPOK :




LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALUOLEO


KENDARI


2010

Stoikiometri Kompleks Ammin-Tembaga (II)

I. Tujuan dan Prinsip Percobaan
A. Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin – tembaga (II)

B. Prinsip Percobaan
Percobaan ini didasarkan pada prinsip ekstraksi “like dissolved like” dimana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar

II. Teori
Dalam proses reaksinya, terjadi perubahan warna pada larutan logam. Perubahan warna tersebut dimungkinkan berasal dari proses kompleksasi Cu(II) dari fasa cair dengan etilendiamin yang berada pada fasa padatan membran. Warna yang dihasilkan mendekati warna kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sistem larutan tersebut mengandung campuran kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1 dengan ion Cu(II) bebas. Hal ini ditunjukkan oleh adanya pergeseran puncak absorbsi dari masing-masing larutan tersebut (gambar 9-11). Berdasarkan hasil tersebut, selain pergeseran panjang gelombang juga terjadi kenaikan intensitas absorbansi pada larutan hasil reaksi. Kenaikan tersebut muncul akibat adanya spesies kompleks Cu(en)2+ didalam larutan yang terbentuk pada saat proses reaksi antara Cu (II) dengan membran nata-en. Adanya campuran ion Cu(II) bebas dan kompleks Cu(en)2+ dalam fasa larutan berkaitan dengan proses pelepasan etilendiamin ke sistem larutan serta berhubungan dengan proses kesempurnaan reaksi antara Cu(II) dengan etilendiamin. Dalam hal ini, reaksi tersebut berlangsung pada kondisi dimana jumlah molekul Cu(II) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah molekul etilendiamin. Dapat dinyatakan bahwa Cu(II) merupakan pereaksi pembatas dalam proses reaksi tersebut (Kuswandi, 2008)

kuasa cupric Yang yang mengoksidasi ( Cu2รพ) garam adalah juga digunakan untuk mengkonversi mercaptans secara langsung ke dalam disulfides; bebaskan belerang tidaklah dipekerjakan, dan polysulfides tidaklah diperoleh. Proses mempekerjakan kupri-khlorid di hadapan solusi garam kuat, yang (mana) biasanya disusun oleh penghancuran tembaga sulfate di (dalam) suatu larutan mengandung air klorid sodium

Kupro-Khlorid [itu] ( Cucl) adalah dapat larut di (dalam) solusi garam, dan di sana adalah tidak (ada) hujan/timbulnya. Di bawah kondisi-kondisi operasi, suatu jumlah tertentu tembaga ditahan oleh minyak tanah yang dipermanis pecahan, [yang] mungkin [sebagai/ketika] cuprous mercaptides atau chloride-olefin penambahan produk cuprous, tetapi ini dapat dipindahkan dengan cucian material dengan sulfida sodium mengandung air. Udara memukul/ bertiup kupro-khlorid solusi, setelah atau sepanjang penggulaan; pemanis operasi, memperbaharui cupric klorid. tembaga khlorida [CuCI] Solusi mungkin (adalah) dipekerjakan sedemikian, atau pecahan yang asam mungkin yang disaring melalui suatu massa menyerap dipenuhi dengan agen yang yang [perlakukan/ traktir] [itu]. [Yang] sebagai alternatif, bensin mungkin (adalah) bergaul dengan suatu pengangkut padat untuk bahan reaksi,membubarkan sebagai slurry (Speight, 2006)

Ion tembaga memiliki konfigurasi elektron yang memungkinkan sebagai ion pusat suatu senyawa kompleks, seperti kompleks tembaga(II)guanin. Pengompleksan tembaga dengan guanin perlu dikaji karena guanin dalam sistem tubuh terlibat dalam proses katabolisme purin. Telah dilakukan penelitian tentang reaksi pengompleksan antara kation Cu2+ dengan guanin. Kemampuan guanin dalam mengikat Cu2+ sangat dipengaruhi oleh kemampuan deprotonasi guanin dalam kondisi keasaman larutan yang berbeda. Senyawa kompleks tembaga(II)guanin dihasilkan dengan cara memvariasi pH reaksi pengompleksan pada 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12. Senyawa kompleks yang terbentuk diekstrak dengan kloroform. Karakterisasi kompleks ditunjukkan secara kualitatif dengan cara menganalisis spektra inframerah dan spektra ultraviolet. Uji kuantitatif ditempuh dengan menggunakan spektrometer serapan atom.( Nugraheni,2006)

Sebagian besar senyawa molekular logam transisi adalah senyawa kompleks dan senyawa organologam yang mengandung ligan yang berikatan kovalen koordinat dengan logam. Senyawa molekular ini tidak hanya meliputi senyawa kompleks mono-inti tetapi juga kompleks multi-inti yang mengandung beberapa logam, ataupun kompleks kluster yang mengandung ikatan logamlogam. Jumlah senyawa baru dengan berbagai variasi ikatan dan struktur meningkat dengan sangat cepat, dan bidang ini merupakan kajian yang utama dalam studi kimia anorganik saat ini (Sato, 1996)

Tembaga bekerja dengan pedoman transmetallating Grignard bahan reaksi untuk memberi suatu organocopper bahan reaksi. Organocoppers adalah lebih lembut dibanding Grignard bahan reaksi, dan tambahan [adalah] suatu menghubungkan pertunjukan kepada C=C yang lebih lembut obligasi;ikatan ganda. Sekali ketika organocopper telah menambahkan, garam-tembaga ada tersedia ke transmetallate beberapa lebih [] Grignard, dan hanya suatu jumlah katalitis diperlukan. Organocopper ditunjukkan di sini [sebagai/ketika/sebab] ‘ Me–Cu’ sebab [yang] tepat nya struktur tidaklah dikenal. Tetapi ada lain organocopper bahan reaksi yang juga mengalami menghubungkan penambahan dan itu adalah banyak [yang] dipahami lebih baik. hasil Yang paling sederhana dari reaksi dua orang padanan organolithium dengan [satu/ orang] padanan suatu tembaga ( I) menggarami seperti Cubr di (dalam) eter atau THF bahan pelarut pada temperatur rendah. Litium cuprates ( R2Culi) itu dibentuk tidaklah stabil dan harus digunakan dengan seketika (Clayden, 2001)

Garam kompleks berbeda dengan garam rangkap. Garam rangkap dibentuk apabila dua garam mengkristal bersama-sama dalam perbandingan molekul tertentu. Garam-garam ini memiliki struktur sendiri dengan tidak harus sama dengan struktur garam komponennya. Dua contoh garam rangkap yang sering dijumpai dalam garam alumina, KaI(SO4)12H2O dan ferroammonium sulfat, Fe(NH3)SO46H2O.garam rangkap dalam larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya (Arifin, 2010)

Pada dasarnya, stokiometri reaksi dalam larutan sama dengan stoikiometri pada umumnya, yaitu bahwa perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi sama dengan koefisien reaksinya. Hitungan stoikiometri reaksi dapat digolongkan sebagai stoikiometri sederhana, stoikiometri dengan pereaksi pembatas, dan
stoikiometri yang melibatkan campuran. Hitungan stoikiometri dengan salah satu zat dalam reaksi diketahui atau dapat ditentukan jumlah molnya, digolongkan sebagai stoikiometri sederhana. Penyelesaiannya dilakukan menurut langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Menuliskan persamaan setara.
(2) Menentukan jumlah mol zat yang diketahui (yang dapat ditentukan
jumlah molnya)
Garam 1 + Asam 1 Garam2 +Asam2
Garam 1 + Basa 1 Garam 2 +Basa 2
Garam 1 + Garam 2 Garam3 + Garam 4
(3) Menentukan jumlah mol zat yang ditanyakan dengan
menggunakan perbandingan koefisien.
(4) Menyesuaikan jawaban dengan hal yang ditanyakan.
Hitungan Stoikiometrri dengan Pereaksi Pembatas
Jika zat-zat yang direaksikan tidak ekivalen, maka salah satu dari zat itu
akan habis lebih dahulu yang disebut pereaksi pembatas. Banyaknya hasil reaksi
akan bergantung pada jumlah mol pereaksi pembatas. Oleh karena itu, langkah
penting dalam menyelesaikan hitungan seperti ini adalah menentukan pereaksi
pembatas.
Hitungan Stoikiometri yang Melibatkan Campuran
Jika suatu campuran direaksikan, maka masing-masing komponen
mempunyai persamaan reaksi sendiri. Pada umumnya hitungan yang melibatkan
campuran diselesaikan dengan pemisalan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh
adalah sebagai berikut :
(1) Menuliskan persamaan setara.
(2) Memisalkan salah satu komponen dengan x, maka komponen
lainnya sama dengan selisihnya.
(3) Menentukan jumlah mol masing-masing komponen.
(4) Menentukan jumlah mol zat lain yang diketahui.
(5) Membuat persamaan untuk menentukan nilai x.
(6) Menyesuaikan jawaban dengan pertanyaan.( Khofifatunnikmah,2007)



III. Metode Praktikum
A. Alat dan bahan yang digunakan
Alat alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
a) 1 buah buret 50 ml dan mikro buret 5 ml
b) Corong pisah 250 ml
c) Erlenmeyer
d) Pipet gondok 10 ml dan 25 ml
e) Gelas piala
f) Statif dan klem
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
a) Larutan standar asam oksalat
b) Larutan ammonia 1 M
c) Larutan Cu2+
d) Larutan HCl 0,005 M
e) Larutan NaOH 0,1 M
f) Kloroform
g) Indikator PP
h) Indikator metil orange




B. Perhitungan
1. Standarisasi Beberapa Larutan
1. Larutan NaOH
Volume H2C2O4 yang terpakai = 10 mL
[H2C2O4] = 0,1 M
Volume NaOH yang terpakai = 8,5 mL
[NaOH] baku = 0,12 M
2. Larutan HCl
Voleme NaOH yang terpakai = 12 mL
[NaOH] baku = 0,12 M
Volume HCl yang terpakai = 10 mL
[HCl] baku (awal) = 0,144 M
3. Larutan NH3
Voleme HCl yang terpakai = 4,3 mL
[HCl] = 0,144 M
Volume NH3 yang terpakai = 10 mL
[NH3] baku = 0,062 M
2. Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia Dalam Air dan Kloroform
Volume HCl yang terpakai = 0,3 mL
[HCl] baku = 0,144 M
Volume NH3 dalam CHCl3 terpakai = 25 mL
[NH3] kloroform = (0,144 – 0,055) M = 0,089 M
[NH3] air = [NH3] awal - [NH3] kloroform
[NH3] air = (0,062 – 0,089)M = 0,026 M
Kd = [NH3] kloroform/[NH3] air = 0,089 M/ 0,026 M = 3,42

3. Penentuan Rumus Kompleks Cu2+ ammin
Volume HCl yang terpakai = 0,3 mL
[HCl] baku = 0,144 M
Voleme NH3 dalam CHCl3 terpakai = 25 mL
[NH3] kloroform = 0,089 M
[NH3] air bebas = (0,144 – 0,089) M = 0,055 M
[Cu – NH3] = (0,062– 0,055) M = 0,007
Mol Cu : mol [Cu – NH3] = [NH3] awal-[NH3] klroform + mol [NH3] air bebas
Mol Cu : mol [Cu – NH3] = 0,062 M – 0,089 M + 0,055 M
Mol Cu/ mol [Cu – NH3] = 0, 028
Mol Cu = 0,028/0,007 = 4
Rumus Kompleks adalah = [Cu(NH3)4]2+


C. Pembahasan
Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin – Tembaga (II) menggunakan prinsip proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan apabila suatu system yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan syarat Nerst bila zat terlarut nya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut (solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan rumus senyawa ammin-tembaga (II). Ada beberapa tahap untuk penentuan rumus senyawa kompleks ammin-tembaga (II) tersebut. Yang pertama yakni Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform dan Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin. Sebelum itu, yang pertama dilakukan yakni menstandarisasi larutan NaOH, HCl, dan NH3. Pada Standarisasi larutan, standarisasi NaOH dengan asam oksalat, volume asam oksalat yang digunakan yakni 10 ml dengan konsentrasi 0,1 M. Sedangkan NaOH yang dibutuhkan yakni 8,5 ml dan menghasilkan konsentrasi 0,12 M. Untuk standarisasi larutan HCl dengan NaOH, NaOH yang dibutuhkan yakni 12 ml dengan konsentrasi 0,12, sedangkan Volume HCl yang dibutuhkan yakni 10 ml dan menghasilkan konsentrasi HCl 0,144 M. Untuk standarisasi larutan NH¬3, HCl yang terpakai yakni 4,3 ml dengan konsentrasi 0,144. Sedangkan volume NH3 yang dipakai yakni 10 ml dan menghasilkan konsentrasi sebesar 0,062.
Pada Penentuan Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform, volume HCl yang digunakan adalah sebesar 0,3 ml dengan konsentrasi 0,144 hasil standarisasi. Sedangkan Volume NH3 dalam CHCl3 yang terpakai yakni sekitar25 ml. Untuk konsentrasi NH3 dalam kloroform, didapatkan sebesar 0,089. Untuk menentukan konsentrasi NH3 dalam air, maka konsentrasi NH3 awal dikurangkan dengan NH3 dalam kloroform dan didapatkan yakni sebesar 0,026 M. Dengan mendapatkan semua hasil konsentrasi tersebut, maka akan didapatkan dengan cara memperbandingkan konsentrasi NH3 dalam kloroform dengan NH3 dalam air. Setelah diperbandingkan , maka didapatkan koefisien distribusinya yakni sebesar 3,42
Pada perlakuan yang selanjutnya yakni Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin, Volume HCl yang dibutuhkan yakni 0,3 ml dengan konsentrasi 0,144 hasil titrasi. Sedangkan volume NH3 dalam CHCl3 yang terpakai adalah 25 ml. Setelah titrasi maka didapatkan konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu 0,089 M. Untuk menentukan konsentrasi NH3 dalam air bebas, yakni dengan mengurangkan konsentrasi HCl hasil titrasi dengan konsentrasi NH3 dalam kloroform. Dan didapatkan konsentrasinya sebesar 0,055 M. Untuk konsentrasi Cu-NH3 didapatkan yakni sebesar 0,007 M. Dengan adanya data-data tersebut yang didapatkan maka dapat ditentukan rumus molekul dari ammin – tembaga (II) yakni [Cu(NH3)4]2+.

V. Simpulan
Pada percoban ini yakni menentukan rumus ion kompleks dari ammin-tembaga (II), dimana didapatkan koefisien distribusinya sebesar 3,42 dan rumus ion kompleks yang didapatkan yakni [Cu(NH3)4]2+ ..

Daftar Pustaka
Arifin. 2010. Penuntun kimia Anorganik II. Laboratorium Pengembangan Unit Kimia Universitas Haluoleo. Kendari
Clayden. 2001. Organic Chemistry. McGraw-Hill. Sydney.
Khofifatunnikmah,2007. Peningkatan Hasil Belajar Kimia Pokok Bahasan Stoikiometri larutan Pada Siswa Kelas XI Semester II SMA Walisongo Semarang malalui Permainan Kimia Berwawasan CET.Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang
Nugraheni,F.D. 2006. Pengaruh pH terhadap Pembentukan Senyawa Kompleks tembaga(II)Guanin. Jurusan Kimia fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang
Pisesidharta .E, Zulfikar, Kuswandi B .2008 . Preparasi membran Nata de Coco etilendiammin dan Studi Karakteristik Pengikatnya terhadap Ion Cu 2+.Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember
Sato.T. 1996. Anorganik. Iwanami Publishing Company.Tokyo
Speight J.G. 2006.The Chemistry and Technology of Petroleum Fourth Edition. Taylor & Francis Group, LLC.



0 komentar:

Posting Komentar