MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA II
MENCARI KEDAMAIAN DALAM ISLAM
OLEH :
KELOMPOK 17
SYAMSUWARNI (A1C4 08 065)
RAGYIL RAHMASARI (A1C4 08 066)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
K E N D A R I
2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang diberikan-Nya, sehingga tugas Makalah yang berjudul “Mencari Kedamaian Dalam Islam” ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas. Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan terima kasih yang dalam kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya Makalah ini. Akhirnya, saran dan kritik pembaca yang dimaksudkan untuk mewujudkan kesempurnaan Makalah ini penulis sangat hargai. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk pembaca maupun pihak-pahak yang memerlukan.
Amin…………
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang mengajarkan teologi anti-kekerasan dan menyerukan kedamaian, yakni rahmatan lil 'alamin, atau kasih sayang bagi semesta alam. Malah di dalam Al Qur'an dijelaskan panduan praktis untuk mengelola perdamaian. Pertama, kita diperintahkan untuk saling menjaga dan mempererat tali persaudaraan (QS.49:10).
Benang merah yang bisa kita tarik dari perintah ini adalah untuk mewujudkan perdamaian, semua orang harus merasa bersaudara. Jika kita sudah merasa bersaudara, baik persaudaraan seagama, sebangsa, senegara, dan persaudaraan sesama manusia, maka tatanan hidup damai pasti akan terwujud..
Kedua, kita dilarang untuk mencela, mengolok-olok dan merendahkan orang lain (QS 49:11). Perbuatan mencela, mengolok-olok dan merendahkan orang lain bisa menimbulkan konflik di antara masyarakat. Tampak jelas dari kandungan ayat-ayat Al Qur'an itu bahwa kita hendaknya tidak merendahkan sesama manusia. Karena setiap manusia di bumi ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Perbedaan itu seharusnya disadari agar tidak menimbulkan kekerasan, konflik, permusuhan, dan sebagainya, yang dapat merusak kedamaian dan perdamaian.
Ketiga, semua orang diperintahkan untuk menjauhi dan tidak menebar prasangka, mencari-cari kesalahan, dan mengunjing orang lain dalam masyarakat. Perbuatan ini dilarang oleh Islam, karena bisa menyebabkan kecemburuan dan ketidakpuasan di antara masyarakat. Jika demikian, maka kedamaian dan perdamaian mustahil akan terwujud.
Masih banyak ayat-ayat Al Qur'an yang menyerukan perdamaian. Bahkan hampir semua ayat Al Qur'an senada dengan prinsi-prinsip di atas. Ada pesan tersendiri dari aksentuasi Al Qur'an terhadap teologi anti-kekerasan itu, yaitu sebuah cita-cita luhur dan mulia untuk menciptakan tatanan masyarakat yang damai, adil, dan harmonis
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Kedamaian
Kedamaian adalah suasana nyaman yang bebas dari gangguan pihak lain, bebas permusuhan, kebencian, dendam dan segala perilaku yang menyusahkan orang lain. Kedamaian menjadi harapan semua orang. Sulit rasanya kita dapat hidup dengan nyaman, tenang dan khusyu’ beribadah jika kedamaian terusik. Kesemena-menaan, dendam, kedzaliman, kebencian dan permusuhan adalah sikap dan perilaku anti kedamaian; dan anti keislaman. Betul bahwa perbedaan adalah suatu hal yang lumrah dan wajar terjadi dalam kehidupan kita bermasyarakat. Allah telah mentakdirkan kita hidup dalam perbedaan atau keragaman. Perbedaan adalah sesuatu yang alamiah dan universal. Namun, perbedaan tidak boleh menodai kedamaian. Perbedaan tidak boleh dijadikan dasassr pembenaran bagi siapa saja untuk mengusik atau mengganggu kedamaian hidup orang lain, tidak terkecuali kedamaian orang-orang yang selalu berseberangan prinsip dengan keislaman kita.
2. Prinsip-Prinsip kedamaian
Dr, Yusuf al-Qardhowi dalam bukunya “Imân wal Hayâh” (Iman dan Kehidupan) menjabarkan beberapa prinsip yang merupakan akar rumpun kedamaian yaitu :
1. Diantara buah kasih sayang yang ditanamkan oleh iman dalam hati dan kehidupan seorang muslim adalah kebebasan nurani dari tarikan kekuatan iri-hati dan dengki. Cahaya iman yang merupakan mesin penggerak kedamaian menghancurkan bibit atau potensi kebencian dan permusuhan.
2. Seorang muslim yang baik tidak menaruh dendam dan permusuhan, karena dia suka memberi maaf dan bermurah hati. Dia sanggup menahan kemarahan walau dia berkuasa, berhak dan mampu melaksanakannya. Dia berlapang hati, walaupun dia benar. Orang beriman tidak mendengki, tidak mendendam, tidak memendam kebencian, karena rasa dengki, kebencian, dan dendam adalah benih permusuhan yang ditaburkan iblis, benih-benih negatif yang menghambat kedamaian. Sebaliknya, persaudaraan, kebersamaan, cinta, dan kasih- sayang serta hati bersih adalah taman surgawi yang bermuara dari Allah.
3. Seorang muslim yang baik lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan kawannya, daripada keperluan sendiri. Dalam kaitan ini, di zaman Rasulullah, kaum Anshar ( penduduk asli Madinah ) memberi bantuan terhadap saudaranya kaum Muhajirin sehingga tercipta persaudaraan yang sangat erat berdasarkan jiwa dan semangat kasih sayang, serta keikhlasan.
Prinsip-prinsip yang bermuara pada kedamaian di atas menjadi sumber kekuatan/potensi Islam yang sangat positif pada saat ini, terutama ketika kita sering dihadapkan pada dilema dan realitas sosial-politik yang mengganggu irama kehidupan. Islam mengajarkan bahwa arah dan tujuan hidup adalah Allah swt. Jika Allah adalah sumber kedamaian dan kedamaian itu sendiri, maka prinsip kedamaian harus menjadi perhatian dan refleksi kita bersama agar obsesi dan sinyalemen al-Qur’an yang menjanjikan Islam sebagai jalan keselamatan, atau kedamaian dapat terrealisasi dalam lintasan kehidupan kita. Semoga Allah menuntun kita untuk menjadi umat yang terbaik untuk ikut menciptakan kedamaian dunia, minimal kenyamanan dan kedamaian yang dirasakan oleh orang-orang yang hidup dalam spektrum sosial kita.
3. Konsep Kedamian Menurut Islam
Islam adalah jalan damai, Ajaran Ilahiah yang bermuara pada kedamaian. Sejalan dengan prinsip ini, Islam sangat mendorong kita untuk berjiwa pemaaf, karena maaf sangat dekat dengan ketaqwaan seperti diisyaratkan oleh Al qur an surat al-Baqarah 237. وَأَن تَعْفُوۤا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰۚ Jiwa pemaaf, kepasrahan yang tulus merupakan sumber kedamaian, dan ia merupakan salah satu rumpun rangkuman ajaran dasar Islam. Dengan semangat ajaran seperti apa yang telah dipaparkan di atas, kualitas iman dalam kehidupan seorang muslim harus diukur dari kualitas dan kuantitas kedamaian yang dirasakan semua orang yang hidup bertetangga atau bersinggungan, berinteraksi dengannya. Bukanlah seorang muslim yang baik jika kehidupan pribadi atau sosialnya menjadi sumber malapetaka dan keresahan orang lain. Dalam sebuah hadits Rasulullah pernah mengingatkan kita bahwa
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
Artinya: seorang muslim (yang baik) adalah individu yang orang muslim lainnya merasa nyaman dan damai dari statemen dan perilakunya.
Begitu indah Islam meletakkan dasar kehidupan bermasyarakat. Begitu jeli dan anti-sipatif Rasulullah menuntun kita untuk terciptanya kenyamanan hidup. Prinsip seperti digariskan oleh hadits di atas harus kita renungkan ketika ideologi dan semangat keakuan, egoisme, sektarian begitu didengungkan, yaitu semangat ideologi kehidupan modern yang rentan terhadap pertentangan. Saat ini Islam sebagai agama yang damai cenderung dilupakan, minimal terpinggirkan dari pusat kesadaran keagamaan. Bahkan ajaran suci Islam yang membenarkan kekerasan seperti konsep jihad tidak terlalu disederhanakan, bahkan disalahtafsirkan untuk pembenaran kepentingan kelompok tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin karena terdorong untuk mencukupi kebutuhan dan kepentingan pribadi atau kelompok, banyak orang melupakan bagaimana Islam menghargai hak-hak orang lain, menjunjung semangat perdamaian. Akibatnya, konflik, kebencian, permusuhan dan banyak lagi bentuk sikap mental anti kedamaian terjadi dimana-mana. Kita harus secepatnya sadar bahwa kita tidak mungkin hidup dalam semangat yang mengobarkan kebencian dan permusuhan, hidup yang jauh dari semangat prinsip dasar Islam
Al-Qur’an dan hadits adalah sumber dasar ajaran Islam. Perilaku kehidupan kita tidak boleh keluar atau berseberangan dengan ajaran kedua sumber Islam di atas. Tidak ada satu pun ayat dalam al-Qur’an dan tidak ada satu hadits pun yang mengobarkan semangat perselisihan, permusuhan, pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatf, represif yang mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Sebagai agama yang hadir dalam kerangka budaya kekerasan dan permusuhan di komunitas Arab jahiliyah, paling tidak budaya yang menerima kekerasan, Islam datang dengan prinsip kasih-sayang (mahabbah), kebersamaan (ijtima’iyyah), persamaan (musâwah), keadilan (‘adâlah), dan persaudaraan (ukhuwah), serta menghargai perbedaan.
Dalam al-Qur'an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara posetif. Al-Qur'an mengatakan bahwa manusia itu pada prinsipnya condong kepada kebenaran sebagai fitrah dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi kecenderungan, yaitu cenderung kepada kebenaran, cenderung kepada kebaikan, cenderung kepada keindahan, cenderung kepada kemulian, dan cenderung kepada kesucian. Firman Allah [QS. ar-Ruum (30) : 30]
Islam adalah jalan keselamatan, Semangat kasih-sayang dapat melebur dan meredam kebencian dan permusuhan. Karena tarikan semangat ini, sahabat yang tadi datang menemui Rasulullah untuk menuntut balas atas pembunuhan orangtuanya kemudian mengurungkan niatnya. Dalam bingkai semangat kebersamaan, Islam meletakkan prinsip lain, yaitu setiap hak hukum dalam Islam harus mengedepankan dimensi kebersamaan. Pilihan hak-hak secara moral tidak boleh mengancam ikatan kebersamaan. Dengan semangat persamaan, Islam membenci sikap dan prilaku yang membeda-bedakan orang atas dasar stratifikasi sosial, yaitu diskriminatif. Melalui ajaran ‘adâlah, Islam ingin menciptakan susana hidup yang tidak pillih kasih. Melalui semangat persaudaraan, Islam memecahkan dan mencairkan kebekuan hubungan sosial antar sesama manusia.
Allah Swt menciptakan umat manusia dan jin dengan tujuan agar keduanya selalu menghambakan diri dan hanya menyembah kepada – Nya semata. Ini adalah kewajiban diatas kewajiban yang tidak bisa ditawar – tawar lagi. ”Wama khalaktul jin wal insa illa liyakbudun.” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah – Ku.” Qs Az Zariayat ( angin yang menerbangkan ) 51:56
Dijelaskan kedudukan Al Quran didalam menjalankan segala perintah Allah adalah sebagai petunjuk. Agar perjalanan dan proses kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilakukan manusia Islam khususnya, hanya tertuju pada jalan Illahi semata.
Status Al Quran yang sesungguhnya adalah wahyu Allah, sedangkan Allah Sendiri adalah sumber nilai yang harus ditaati. Karena itulah Al Quran nul karim berfungssi penuh sebagai sumber perdana dan utama sekali dalam ajaran tauhid ini. Suluh penerang itu sudah ditangan masing – masing kita, maka sudah sepantasnyalah setiap umat Islam mendasarkan perilaku jalan dan pedoman hidupnya pada wahyu Allah ini.
Telah Berfirman Allah.” Sungguh telah Kami turunkan kepadamu kitab dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu. Dan janganlah kamu menjadi penentang ( orang – orang yang tidak bersalah ) karena ( membela ) orang – orang yang khianat.” Qs An Nisa ( Wanita ) 4:105.
BAB III
KESIMPULAN
Allah SWT telah memeberikan petunjuknya kepada umat manusia melalui Al-Quran dan Hadist oleh karena itu diharapkan agar manusia dapat berperilaku dan mendasarkan jalan hidupnya pada Al Quran dan Hadis, apapun profesinya. Apakah dia seorang pemimpin, pedagang, pekerja swasta, petani, nelayan dan lain sebagainya. Karena Islam datang dengan prinsip kasih-sayang (mahabbah), kebersamaan (ijtima’iyyah), persamaan (musâwah), keadilan (‘adâlah), dan persaudaraan (ukhuwah), serta menghargai perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
Soleh, Abdul Halim. 2009. Kembali Fitri Menuju Islam Yang Damai. Unit Nasional Korpri. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I
semoga bermanfaat
nedar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar